Peran ulama sepanjang masa kehidupan kaum Muslim, khususnya dalam
kehidupan politik, sangatlah penting. Bahkan pada masa-masa kemunduran
umat Islam sekalipun, peran penting ulama dalam kehidupan politik tetap
tidak tergantikan. Pasalnya, Islam memang tidak memisahkan antara
kehidupan politik dan spiritual, bahkan saat umat jatuh dalam kubangan
sekularisme (yang menjauhkan agama dari urusan
sosial-politik-kenegaraan) saat ini, yang berdampak pada
terpinggirkannya para ulama. Ulama masih memiliki tempat tersendiri
dalam pribadi umat dengan berbagai alasan. Karena itu, para penguasa
atau calon penguasa selalu berusaha untuk meraih dukungan mereka.
Di
sisi lain, ada sebagian kiai/ulama yang merespon persoalan politik
kekinian (seperti Pilpres 2009) dengan memberikan panduan kepada
umatnya. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim
Muzadi, misalnya, menyatakan bahwa pemimpin kaum Nahdliyyin memberikan
dua syarat untuk calon presiden mendatang. Menurutnya, syarat pertama,
calon presiden itu harus menyelamatkan agama, dan syarat kedua, calon
presiden tidak membawa agenda neoliberalisme.
Pandangan dan
sikap yang disampaikan oleh KH Hasyim Muzadi sebagai pimpinan kaum
Nahdliyyin ini sangatlah penting untuk memberikan wawasan kepada
jamaahnya agar di Pilpres bulan Juli nanti mereka tidak salah memilih (Eramuslim.com).
Sayang,
pandangan dan sikap ini tidak menyentuh “sistem politik” yang tegak
saat ini. Padahal menyelamatkan agama sejatinya adalah dengan menegakkan
akidah dan syariah Islam dalam semua aspek kehidupan mereka, baik di
ranah pribadi maupun ranah sosial-politik-kenegaraan. Semua ini tentu
tidak bisa diwujudkan dalam sistem politk sekular saat ini. Sebaliknya,
keselamatan agama menuntut adanya institusi negara yang menerapkan
syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan.
Lagipula,
masalah kepemimpinan sesungguhnya terkait dengan dua faktor: sosok
pemimpin dan sistem kepemimpinan yang digunakannya. Jika panduan untuk
memilih pemimpin ini hanya terkait dengan sosok pemimpinnya saja, tentu
hal demikian telah mengabaikan sama sekali sistemnya (yakni sistem
sekular) yang justru gagal menyelamatkan agama dari pengebirian perannya
sekadar sebatas penjaga moral belaka.
Dalam sistem sekular saat ini,
peran agama sebagai solusi atas seluruh problem kehidupan malah
disingkirkan jauh-jauh. Sistem sekular ini pun sekaligus menjadi payung
bagi tegaknya neoliberalisme/liberalisme dalam berbagai aspek kehidupan
umat.
Karena itu, kesadaran akan bahaya sekularisme ini harus
ada di benak para ulama.
Singkat kata, ulama harus mulai menyadari bahwa
sistem sekular inilah yang harus terlebih dulu disingkirkan dan
digantikan dengan sistem Islam, yakni sistem yang menegakkan syariah
Islam, sebelum umat ini benar-benar diarahkan untuk memilih pemimpinnya.
Jika hal ini tidak dilakukan, siapapun pemimpin yang terpilih,
yakinlah, mereka hanya akan semakin mengokohkan sistem sekular ini.
Akibatnya, harapan untuk menyelamatkan agama sekaligus menjauhkan
neoliberalisme akan menjadi tinggal harapan, tidak akan pernah mewujud
dalam kenyataan. Pasalnya, justru sekularismelah ancaman yang sebenarnya
terhadap keselamatan agama, dan sekularisme pula yang sekaligus menjadi
pintu yang sangat lebar bagi masuknya neoliberalisme.
Sumber :http://artikelpolitikindonesia.blogspot.com/
COBA KOMENTAR
ReplyDelete