BAB
II
FILSAFAT
BARAT
Madzhab-Madzhab
dan aliran terpenting
RESUME
Dirangkum Untuk Memenuhi Tugas
Individu
Program Strata Satu (S1) Fakultas
Tarbiyah, PAI / VI-H
Mata Kuliah : FILSAFAT ILMU
Dosen
: Drs. KH MAHRUR AM, M.Ag
Dirangkum Oleh :
Hamimatun [ 2124877
SEKOLAH
TINGGI AGAMA
ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN
(STAINU)
KEBUMEN
Jln.
Tentara Pelajar 55 B Kebumen
2013
BAB
II
FILSAFAT
BARAT
Mazhab adalah haluan/ aliran. Ada juga yang mengaitkan golongan
pemikir yang sepaham dalam teori, ajaran, aliran tertentu dibidang ilmu, cabang
kesenian, dsb, dan berusaha untuk memajukan hal itu. Mazhab-mazhab yang muncul
dalam filsafat setelah abad pertengahan :
A.
MADZHAB
RASIONALISME.
Mulai muncul
pada abad 17. rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat
mencukupi dan dapat dipercaya adalah rasio/ akal. Pengalaman hanya dipakai
untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh akal dan sesungguhnya
akal tidak memerlukan pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode adalah
metode deduktif, yaitu suatu penawaran yang mengambil kesimpulan dari sutu
kebenaran yang bersifat umum untuk ditetapkan kepada hal-hal yang khusus. Tokoh
rasionalisme yang terkenal Rene Decartes (1596-1650). Pernyataannya yang
terkenal ”Cogito ero sum!” Yang artinya aku berpikr maka aku ada.
B.
MADZHAB EMPIRISME
Muncul pada abad 17 dan merupakan kebalikan dari rasionalisme,
berpendapat bahwa empiri/ pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik
pengalaman lahiriah maupun batiniah. Metode yang digunakan adalah metode
induktif, yaitu suatu penalaran yang mengambil kesimpulan dari suatu kebenaran
yang bersifat khusus untuk diterapkan kepada hal-hal yang bersifat umum.Orang
yang pertama mengikuti mazhab ini adalah Thomas Hobbes (1588-1679). Menurut
Thomas Hobbes filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum. Sebab
filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang efek-efek/ akibat-akibat/
penampakan-penampakan seperti yang kita peroleh dengan merasionalisasikan
pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebab atau akalnya. Sasaran
filsafat adalah fakta-fakta yang diamati dengan maksud untuk mencari
sebab-sebabnya, sedangkan alat yang dipakai adalah pengertian-pengertian yang
diungkapkan dalam kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta tersebut.
Sementara itu John Locke (1632-1704) mencoba menuliskan tradisi
empiris untuk menjelaskan persoalan-persoalan tentang pengenalan/ pengetahuan.
Menurutnya pengetahuan didapatkan dari pengalaman dan akal adalah pasif pada
saat pengetahuan didapatkan. Rasio manusia mula-mula harus dianggap sebagai
kertas putih yang kosong baru terisi melalui pengalaman. Ada dua pengalaman,
yaitu pengalaman lahiriah dan batiniah. Kedua macam pengalaman ini saling
berhubungan. Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala-gejala psikis yang harus
ditanggapi oleh pengalaman batiniah. Dengan demikian, mengenal adalah identik
dengan mengenal secara sadar.
C.
MADZHAB
KRITISIME
Definisi
Kritisisme adalah aliran yang lahir dari pemikiran Immanuel Kant yang terbentuk
sebagai ketidakpuasan atas aliran rasionalisme dan empirisme.
1.
Riwayat hidup Immanuel Kant sang pelopor
kritisisme
Immanuel Kant adalah seroang filosof besar yang
muncul dalam pentas pemikiran filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang
akhir abad 18. Ia lahir di Konigsberg, sebuah kota kecil di Prussia
Timur, pada tanggal 22 April 1724. Kant lahir sebagai anak keempat dari
suatu keluarga miskin. Orang tua Kant adalah pembuat pelana kuda dan penganut
setia gerakan Peitisme. Pada usia 8 tahun Kant memulai pendidikan formalnya
di Collegium Fridericianum, sekolah yang berlandaskan semangat
Peitisme.
2.
Pemikiran Immanuel Kant
Perkembangan
pemikiran kant megnalami empat periode;
1.
Periode pertama ialah ketika ia masih dipengaruhi
oleh Leibniz Wolf, yaitu samapi tahun 1760. Periode ini sering disebut periode
rasionalistik
2.
Periode kedua berlangsung antara tahun 1760 –
1770, yang ditandai dengan semangat skeptisisme. Periode ini sering disebut
periode empiristik
3.
Periode ketiga dimulai dari inaugural
dissertation-nya pada tahun 1770. Periode ini bisa dikenal sebagai tahap
kritik.
4.
Periode keempat berlangsung antara tahun 1790
sampai tahun 1804. Pada periode ini Kant megnalihkan perhatiannya pada masalah
religi dan problem-problem sosial. Karya Kant yang terpenting pada periode
keempat adalah Religion within the Limits of Pure Reason (1794)
dan sebuah kumpulan esei berjudulEternal Peace (1795).
Akar-akar
Pemikiran Immanuel Kant
Immanuel Kant adalah filsuf yang hidup pada
puncak perkembangan “Pencerahan”, yaitu suatu masa dimana corak pemikiran yang
menekankan kedalaman unsur rasionalitas berkembang dengan pesatnya. Pasa masa
itu lahir berbagai temuan dan paradigma baru dibidang ilmu, dan terutama
paradigma ilmu fisika alam. Heliosentris temuan Nicolaus Copernicus (1473 –
1543) di bidang ilmu astronomi yang membutuhkan paradigma geosentris,
mengharuskan manusia mereinterpretasikan pandangan duniannya, tidak hanya
pandangan dunia ilmu tetapi juga keagamaan.
Selanjutnya ciri kedua adalah apa yang dikenal
dengan deisme, yaitu suatu paham yang kemudian melahirkan apa
yang disebut Natural Religion (Agama alam) atau agama akal.
Deisme adalah suatu ajaran yang mengakui adanya yang menciptakan alam semesta
ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Tuhan menyerahkan dunia kepada
nasibnya sendiri. Sebab ia telah memasukkan hukum-hukum dunia itu ke dalamnya.
Segala sesuatu berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan
tugasnya dalam berbakti kepada Tuhan dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum
akalnya. Maksud paham ini adalah menaklukkan wahyu ilahi beserta degan
kesaksian-kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, mukjizat, dan lain-lain kepada
kritik akal serta menjabarkan agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari
pada segala ajaran Gereja. Singkatnya, yang dipandang sebagai satu-satunya
sumber dan patokan kebenaran adalah akal.
Kant berusaha mencari prinsip-prinsip yang ada
dalam tingkah laku dan kecenderungan manusia. Inilah yang kemudian menjadi
kekhasan pemikiran filsafat Kant, dan terutama metafisikanya yang – dianggap –
benar-benar berbeda sama sekali dengan metafisikan pra kant.
Pengaruh
Leibniz dan Hume
Leibniz-Wolf dan Hume merupakan wakil dari dua
aliran pemikiran filosofis yang kuat melanda Eropa pada masa Pencerahan.
Leibniz tampil sebagai tokoh penting dari aliran empirisisme.
Di sini jelas, bahwa epistemologi ‘ala Leibniz
bertentangan dengan epistemologi Hume. Leibniz berpendapat bahwa sumber
pengetahuan manusia adalah rasionya saja, dan bukan pengalaman. Dari sumber
sejati inilah bisa diturunkan kebenaran yang umum dan mutlak. Sedangkan Hume
megnajarkan bahwa pengalamanlah sumber pengetahuan itu. Pengetahuan rasional
mengenai sesuatu terjadi setelah itu dialami terlebih dahulu.
Epistemologi
Kant, Membangun dari Bawah
Filsafat Kant berusaha mengatasi dua aliran
tersebut dengan menunjukkan unsur-unsur mana dalam pikiran manusia yang berasal
dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang terdapat dalam akal. Kant menyebut
perdebatan itu antinomy, seakan kedua belah pihak merasa benar
sendiri, sehingga tidak sempat memberi peluang untuk munculnya alternatif
ketiga yang barangkali lebih menyejukkan dan konstruktif.
Mendapatkan inspirasi dari “Copernican
Revolution”, Kant mengubah wajah filsafat secara radikal, dimana ia memberikan
filsafatnya, Kant tidak mulai dengan penyeledikan atas benda-benda yang
memungkinkan mengetahui benda-benda sebagai objek. Lahirnya pengetahuan karena
manusia dengan akalnya aktif mengkonstruksi gejala-gejala yang dapat ia
tangkap. Kant mengatakan: Akal tidak boleh bertindak seperti seroang mahasiswa
yang Cuma puas dengan mendengarkan keterangan-keterangan yang telah dipilihkan
oleh dosennnya, tapi hendaknya ia bertindak seperti hakim yang bertugas
menyelidiki perkara dan memaksa para saksi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang ia sendiri telah rumuskan dan persiapkan sebelumnya.
Upaya Kant ini dikenal dengan kritisisme atau
filsafat kritis, suatu nama yang diberikannya sendiri. Kritisisme adalah
filsafat yang memulai perjalannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan
kritik atas rasio murni, lalu kritik atas rasio praktis, dan terakhir adalah
kritik atas daya pertimbangan.
1. Kritik
atas Rasio Murni
Dalam kritik ini, atara lain kant menjelaskan
bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan memberi pengertian
baru. Untuk itu ia terlebih dulu membedakan adanya tiga macam putusan, yaitu:
a.
Putusan analitis apriori; dimana
predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di
dalamnya (msialnya, setiap benda menempati ruang).
b.
Putusan sintesis aposteriori,
misalnya pernyataan “meja itu bagus” di sini predikat dihubungkan dengan subjek
berdasarkan pengalaman indrawi, karena dinyatakan setelah (=post, bhs latin)
mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang pernah diketahui.
c.
Putusan sintesis apriori; disini
dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis, namun
bersifat apriori juga. Misalnya, putusan yang berbunyi “segala
kejadian mempunyai sebabnya”. Putusan ini berlaku umum dan mutlak, namun
putusan ini juga bersifat sintetis dan aposteriori. Sebab di
dalam pengertian “sebab”. Maka di sini baik akal maupun pengalaman indrawi
dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, mekanika dan ilmu pengetahuan alam disusu atas
putusan sintetis yang bersifat apriori ini.
Tiga tingkatan
pengetahuan manusia, yaitu:
a. Tingkat Pencerapan Indrawi (Sinneswahrnehmung)
Unsur apriori, pada taraf ini,
disebut Kant dengan ruang dan waktu. Dengan unsur apriori ini membuat
benda-benda objek pencerapan ini menjadi ‘meruang’ dan ‘mewaktu’. Pengertian
kant mengenai ruang dan waktu ini berbeda dengan ruang dan waktu dalam
pandangan Newton. Kalau Newton menempatkan ruang dan waktu ‘di luar’ manusia,
kant megnatakan bahwa keduanya adalah apriori sensibilitas.
Maksud Kant, keduanya sudah berakar di dalam struktur subjek. Ruang bukanlah
ruang kosong, ke dalamnya suatu benda bisa ditempatkan; ruang bukan merupakan
“ruang pada dirinya sendiri” (Raum an sich). Dan waktu
bukanlah arus tetap, dimana pengindraan-pengindraan berlangsung, tetapi ia
merupakan kndisi formal dari fenomena apapun, dan bersifat apriori.
Yang bisa diamati dan diselidiki hanyalah
fenomena-fenomena atau penampakan-penampakannya saja, yang tak lain merupakan
sintesis antara unsur-unsur yang datang dari luar sebagai materi dengan
bentuk-bentuk apriori ruang dan waktu di dalam struktur pemikiran manusia.
b. Tingkat Akal Budi (Verstand)
Bersamaan dengan pengamatan indrawi, bekerjalah
akal budi secara spontan. Tugas akal budi adalah menyusun dan menghubungkan
data-data indrawi, sehingga menghasilkan putusan-putusan. Dalam hal ini akal
budi bekerja dengan bantuan fantasinya (Einbildungskarft). Pengetahuan
akal budi baru dieroleh ketika terjadi sintesis antara pengalaman inderawi tadi
dengan bentuk-bentuk apriori yang dinamai Kant dengan
‘kategori’, yakni ide-ide bawaan yang mempunyai fungsi epistemologis dalam diri
manusia.
c. Tingkat intelek / Rasio (Versnunft)
Idea ini sifatnya semacam ‘indikasi-indikasi
kabur’, petunjuk-petunjuk buat pemikiran (seperti juga kata ‘barat’ dan ‘timur’
merupakan petunjuk-petunjuk; ‘timur’ an sich tidak pernah bisa diamati). Tugas
intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat
dibawahnya, yakni akal budi(Verstand) dan tingkat pencerapan
indrawi (Senneswahnehmung). Dengan kata lain, intelek dengan
idea-idea argumentatif.
Kendati Kant menerima ketiga idea itu, ia
berpendapat bahwa mereka tidak bisa diketahui lewat pengalaman. Karena
pengalaman itu, menurut kant, hanya terjadi di dalam dunia fenomenal, padahal
ketiga Idea itu berada di dunia noumenal (dari noumenan = “yang
dipikirkan”, “yang tidak tampak”, bhs. Yunani), dunia gagasan, dunia batiniah.
Idea mengenai jiwa, dunia dan Tuhan bukanlah pengertian-pengertian tentang
kenyataan indrawi, bukan “benda pada dirinya sendiri” (das Ding an
Sich). Ketiganya merupakan postulat atau aksioma-aksioma epistemologis
yang berada di luar jangkauan pembuktian teoretis-empiris.
2. Kritik
atas Rasio Praktis
Maxime (aturan pokok) adalah pedoman subyektif bagi
perbuatan orang perseorangan (individu), sedangkanimperative (perintah)
merupakan azas kesadaran obyektif yang mendorong kehendak untuk melakukan
perbuatan. Imperatif berlaku umum dan niscaya, meskipun ia dapat berlaku dengan
bersyarat (hypothetical)atau dapat juga tanpa syarat (categorical). Imperatif
kategorik tidak mempunyai isi tertentu apapun, ia merupakan kelayakan
formal (=solen). Menurut kant, perbuatan susila adalah
perbuatan yang bersumber paa kewajiban dengan penuh keinsyafan. Keinsyafan
terhadap kewajiban merupakan sikap hormat (achtung).Sikap inilah
penggerak sesungguhnya perbuatan manusia.
Kant, ada akhirnya ingin menunjukkan bahwa
kenyataan adanya kesadaran susila mengandung adanya praanggapan dasar.
Praanggapan dasar ini oleh Kant disebut “postulat rasio praktis”, yaitu
kebebasan kehendak, immortalitas jiwa dan adanya Tuhan.
Pemikiran etika ini, menjadikan Kant dikenal
sebagai pelopor lahirnya apa yang disebut dengan “argumen moral” tentang adanya
Tuhan. Sebenarnya, Tuhan dimaksudkan sebagai postulat. Sama dengan pada rasio
murni, dengan Tuhan, rasio praktis ‘bekerja’ melahirkan perbuatan susila.
3. Kritik
atas Daya Pertimbangan
Kritik atas daya pertimbangan, dimaksudkan oleh
Kant adalah mengerti persesuaian kedua kawasan itu. Hal itu terjadi dengan
menggunakan konsep finalitas (tujuan). Finalitas bisa bersifat subjektif dan
objektif. Kalau finalitas bersifat subjektif, manusia mengarahkan objek pada
diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi dalam pengalaman estetis (kesenian).
Dengan finalitas yang bersifat objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain
dari benda-benda alam.
Idealisme
Transedental : Sebuah Konsekuensi
Tidak mudah memahami kant, terutama ketika
sampai pada teorinya: realisme empirikal (Empirical realism)dan
Idealisme transendental (transendental idealism), apalagi jika
mencoba mempertemukan bagian-bagian dari teorinya itu. Istilah “transenden”
berhadapan dengan istilah ‘empiris’, dimana keduanya sama-sama merupakan term epistemologis,
namun sudah tentu mengandung maksud yang berbeda; yang pertama berartiindependent
dari pengalaman (dalam arti transenden), sedang yang terakhir disebut
berarti imanen dalam pengalaman. Begitu saja “realisme” yang
berlawanan dengan “idealisme”, adalah dua istilah ontologis yang masing-masing
bermakna: “lepas dari eksistensi subyek” (independet of my
existance) dan “bergantung pada eksistensi subyek” (dependent
of my existence). Teori Kant ini mengingatkan kita kepada filsuf Berkeley
dan Descartes. Berkeley sduah tentu seorang empirisis, tetapi ia sekaligus
muncul sebagai seroang idealis. Sementara Descartes bisa disebut seorang realis
karena ia percaya bahwa eksistensi obyek itu, secara umum, independen dari
kita, tetapi ia juga memahami bahwa kita hanya mengetahui esensinya melalui
idea bawaaninnate ideas) secara “clear and distinct”, bukan melalui
pengalaman. Inilah yang kemudian membuat Descartes sebagai seorang “realis
transendental”.
0 Response to "FILSAFAT BARAT : Madzhab-Madzhab dan aliran terpenting "
Post a Comment
Tinggalkan Pesan Gan, Supaya saya bisa kunjung balik Pesan anda begitu berarti bagi kemajuan blog ini,